Tribrata
News Aceh Timur-Konflik gajah Sumatera (Elephas maximus
sumatranus) dengan masyarakat jadi masalah serius beberapa tahun terakhir ini
di Aceh Timu. Populasi gajah terdesak alih fungsi kawasan hutan jadi pemukiman,
tambang dan perkebunan hingga populasinya, makin terdesak.
Sebagai
upaya Pencegahan dan Penegakan Hukum Konflik Gajah dengan Manusia di wilayah
Aceh Timur sekaligus mendengarkan keluh kesah warga, Polres Aceh Timur melalui
Satuan Binmas (Satbinmas) menggelar Focus Group Discussion (FGD) yang
berlangsung di Aula Kantor Camat Peunaron, Kamis (29/08/2019).
Hadir
dalam kegiatan ini diantaranya: Wakapolres Aceh Timur Kompol
Warosidi.,S.H.,M.H, Kepala Konservasi Wilayah I Aceh BKSDA Kamaruzzaman, S.Hut,
Kepala KPH wilayah III Aceh yang diwakili oleh Agus Rinaldi.,SP, Kasat Binmas
Polres Aceh Timur Iptu Azman, S.H, M.H, Kapolsek Serbajadi Iptu Justi Tarigan
S.H, Danramil 01 Peunaron, Personil Polsek Serbajadi, Staf Sat Binmas Polres
Aceh Timur, Perangjat Gampong serta warga Kecamatan Peunaron.
Dalam
penyampaianya Wakapolres Aceh Timur menyampaikan konflik gajah liar dengan
manusia merupakan fenomena rutin tahunan. Terjadinya konflik satwa liar dengan
manusia terjadi karena banyak habitat satwa liar yang berubah menjadi lahan
perkebunan dan permukiman masyarakat.
"Ada
yang berubah jadi kebun, dan permukiman. Di Aceh sekitar 85 persen habitat
gajah ada di luar kawasan konservasi. Bahkan 60 persen di luar kawasan hutan.
Ada di Arel Penggunaan Lain (APL) bukan di hutan. Itu dulu habitatnya, begitu
berubah dan jenis tanaman yang ditanam disukai gajah senang sekali mereka
(terjadi konflik)," kata Kompol Warosidi.
Menurutnya,
ada beberapa langkah untuk menangani konflik satwa liar dengan manusia untuk
meninimalisir jatuhnya korban misalnya membentuk kelompok masyarakat peduli
konflik dibantu dari pihak lain.
“Saat
ini proses penghalauan gajah liar yang masuk ke kawasan permukiman warga hanya
dilakukan dengan cara manual menggunakan petasan dan meriam karbit. Alat-alat
yang digunakan itu akan mengeluarkan bunyi yang kuat sehingga bisa membuat
gajah liar enggan masuk ke perkebunan atau permukiman masyarakat. Wacana banyak
dari pemerintah Aceh, seperti membuat regulasi khusus tentang qanun satwa. Tapi
ternyata tidak sinkron dengan fakta di lapangan yaitu gajah kena jerat,
diracun, atau satwa lain mulai hijrah dari hutan ke permukiman warga dan
sebaliknya. Ini fenomena yang tidak sinkron dari pemerintah dengan realita di
lapangan. Pemerintah lebih banyak kebijakan, sedangkan pencegahan belum
maksimal," pungkasnya. ” Sebut Wakapolres Aceh Timur Kompol Warosidi,
S.H, M.M. (Iwan Gunawan).